Tips Ampuh Menghilangkan Rasa Galau
Tips Ampuh Menghilangkan Rasa Galau. Rasa galau memang kadang menghampiri diri seseorang. Seseorang yang galau biasanya berpengaruh buruk pada kehidupannya bahkan bisa berakibat fatal, misalnya sampai bunuh diri. Rasa galau itu banyak sebabnya, seperti galau karena cinta, galau karena di pecat, galau karena di putus kekasih ataupun galau lainnya yang tiba-tiba muncul begitu saja.
Untuk menghilangkan rasa galau tersebut kali ini Blog Caratip akan memberikan beberapa tips ampuh menghilangkan rasa galau Anda sehingga Anda tidak galau lagi. Ok, langsung saja simak Tips ampuh menghilangkan rasa galau berikut ini:
1. Berpikir positif.
Ini yang paling penting, kita harus berfikiran positif ketika mendengar hal, atau kabar, atau apa pun yang kita dengar. Kita jangan gampang meresap apa yang kita dengar dan langsung masuk ke hati. Sebelum
masuk ke hati kita harus berfikir sejenak dan jangan gampang memutuskan hal yang kita cerna itu
2. Dengerin musik.
Menurut riset yang didapat mendengarkan musik ini bisa membuat hati kita tenang, tapi lagu yang kita dengar cocok dengan suasana hati kita saat sedang galau.
3. Hang out bareng sahabat
Cara ini juga biasa kita lakukan asal kita pergi ketempat yang tepat dengan suasana hati kita, biasanya tempat yang sering di kunjungi adalah mall, pantai, dan taman karena terbukti dari sekian teman-teman aku
yang galau sering pergi ke tempat itu pokok nya pergilah ketempat yang sesuai dengan perasaan kita asal tempat tersebut tidak membahayakan dan jangan lupa untuk mengajak sahabat kalian karena di sangat berperan dalam hal perasaan kita
4. Buka internet atau baca buku.
Membuka internet atau membaca buku juga dapat menghilangkan galau, membaca juga enggak mesti membaca bacaan yang berat, tapi cobalah untuk membaca majalah, komik, novel, atau sesuatu yang membuat kita bisa tertawa, misalnya situs humor.
5. Berbagi cerita dengan kawan
Cara ini terbukti yang paling ampuh gan, ketika galau cobalah kita untuk bercerita kepada teman kita apa yang kita rasa dan pastinya jika ia memang benar-benar kawan mu dia akan membantu mu semaksimal mungkin.
6. Tidur
Hehehehe belum pernah si denger orang yang lagi galau trus tidur, tapi coba deh kita lentangkan tubuh kita di atas kasur, tarik nafas dalam dalam, keluarkan pelan pelan melalui mulut, dan pelahan lahan tutup kedua mata kita.
7. Nonton Film.
Biarpun cuma nonton film dari DVD / VCD kita juga bisa menghilangkan rasa galau, tidak harus kita nonton bisa asal kan yang kita tonton jangan yang macem-macem.
Sumber : http://caratip.blogspot.com/2013/07/tips-ampuh-menghilangkan-rasa-galau.html
Minggu, 03 November 2013
Selasa, 24 September 2013
Cerpen penyesalan
Tu Tika! Aduh… musim liburan seperti ini kenapa tidak pergi bersama
teman-teman sih! Lihat teman-temanmu sudah pada cantik dan siap untuk
bertamasya. Kamu nggak boleh diam di kamar terus… Ayo belajar bergaul
dengan muda-mudi di sini…” Terdengar suara perempuan yang sedang
memarahi anaknya karena dia merasa kesal dengan tingkah laku anak semata
wayangnya yang bernama Ni Putu Kartika Dewi. Ketika itu baru pukul 10
pagi. Kartika sebenarnya tumben ada di rumah karena para mahasiswa STIS
(Sekolah Tinggi Ilmu Statistik) sedang liburan. Selama satu tahun dia
sudah melanjutkan studinya di STIS ikatan dinas yang bertempat di
Jakarta.
“Ibu… aku sedang belajar… Tolong jangan menyuruhku yang aneh-aneh deh Bu.” Kata Tika yang sedang menulis sesuatu di kamarnya.
“Apanya yang aneh-aneh Tika, Ibu ingin kamu santai sedikit, jangan terlalu mengekang diri untuk belajar…”
“Ibu, tolong Bu! Aku sedang sibuk sekarang! Jadi, jangan ganggu aku lagi.” Tika kelihatannya marah kepada ibunya. Selama ini dia merasa ibunya selalu bertentangan dengannya.
“Ya sudah kalau begitu! Belajar terus aja, kamu ini, kenapa membentak Ibu seperti itu…”
“Maafkan aku Bu, aku benar-benar tidak mau diganggu sekarang. Tugasku sangat banyak.” Tika mereda sambil tersenyum.
Begitulah Kartika. Hatinya agak keras, sekeras didikan ibunya. Dia memang tidak terlalu senang berlancong di saat ada banyak tugas. Apalagi berlancong di warung dan duduk-duduk bersama teman-temannya. Baginya hal itu hanya membuang-buang waktu saja. Bagaimana mau berlancong, dalam masalah percintaan pun dia tidak mau terlibat. Tujuannya cuma satu, yaitu menjadi seorang pegawai perstatistikan yang berprestasi. Begitulah cita-citanya semenjak SMA.
Liburan pun berakhir. Kini Tika harus kembali ke Jakarta. Ayah dan ibunya mengantarnya sampai di Bandara Ngurah Rai, Bali. Di sana dia sudah ditunggu oleh teman-temannya yang dari Bali juga.
Sesampainya di Jakarta.
“Tika… tunggu aku…” Teriak Gede Dimas sambil berlari mengejar ketertinggalannya dari Kartika.
Kartika hanya menoleh ke belakang dan terus berjalan. Dia merasa tidak ada waktu lagi untuk menunggu Dimas.
“Tik, gimana liburannya, menyenangkan?” Akhirnya Dimas berhasil mengejar Tika.
“Aku tidak kemana-mana.” Jawab Tika dengan pendek.
“Apa? Kenapa tidak menghubungi aku aja Tik, kita kan sama-sama dari Bali…”
“Kenapa aku harus menghubungimu? Memangnya apa yang akan kamu lakukan kalau aku menghubungimu?” Kata Tika.
“Paling tidak kamu kan bisa berlancong denganku.”
“Ah…” Tika mempercepat langkah kakinya. Dia merasa sebal mendengarkan Dimas.
“Hah? Tika, kamu, kenapa seperti itu?” Gumam Dimas sambil mengejar Tika.
Hampir setiap hari Tika berdiskusi dengan dosennya. Hampir tidak pernah ada waktu untuk bersantai bersama teman-temannya. Hal ini membuat dia kurang akrab dengan mahasiswa yang lain. Kalau ada sms yang tidak penting, dia abaikan. Dimas yang selalu ingin mengenalnya pun selalu diabaikannya.
Suatu hari dalam perjalanan menuju ke asrama masing-masing, Dimas menghampiri Tika yang sedang berjalan sendiri.
“Hai Tik, kamu pasti ikut lomba menulis karya ilmiah remaja ini kan?” Tanya Dimas sambil memperlihatkan brosur lombanya.
“Em… mungkin.”
“Pasti ikut ya, tidak boleh mungkin. Kamu mau kan satu kelompok denganku?”
Tika menoleh kepada Dimas. “Apa? Maaf, aku tidak butuh bantuanmu. Aku bisa berusaha sendiri.”
“Tapi Tik…”
Tika berjalan cepat-cepat dan meninggalkan Dimas. Dimas tidak bisa mengejarnya lagi karena Tika sudah memasuki area asrama putri.
Keesokan harinya di waktu istirahat, Tika sedang duduk di bawah pohon besar sambil membaca buku. Banyak terdengar kata-kata yang menusuk hatinya.
“Hai, lihat tu Si Tika, memangnya dia mau menggantikan presiden, belajar terus kerjaannya.” Bisik seorang mahasiswi kepada dua orang temannya.
“Buat apa pintar seperti itu, kalau dia tidak punya kawan…” Kata seorang lagi.
“Mana mungkin punya kawan, setiap orang yang mendekatinya selalu dicuekannya.” Kata seorang lagi.
“Kenapa Dimas yang seganteng itu dicuekannya juga ya? Padahal jelas sekali kalau Dimas menyukainya.” Kata pembicara pertama.
Semua suara pedas itu didengar oleh Tika, tapi dia diam saja. Dia tidak mau berurusan dengan hal seperti itu.
“Hei, kenapa kalian berbicara seperti itu, tidak baik membicarakan orang…” Kata Renata.
“Hah, maaf.” Mereka bertiga lalu pergi.
Renata lalu mendekati Kartika.
“Biarkan saja.” Kata Kartika.
“Apa?” Renata terkejut.
“Aku bilang biarkan saja. Nggak penting.” Kata Kartika.
“Mereka sudah membicarakanmu Tik, apa kamu tidak tersinggung?”
“Mereka benar kan? Sudahlah, biarkan saja. Sebaiknya kamu berhenti memperhatikanku seperti ini.” Kata Tika.
“Tapi Tik… Tika, kenapa kamu seperti ini?”
“Aku… Aku memang seperti ini, memangnya aku salah? Sekarang ini yang ada di pikiranku cuma satu, aku ingin mengejar impianku menjadi seorang mahasiswa yang berhasil. Selain itu aku tidak peduli.”
“Apa kamu yakin?”
“Ya, aku yakin.”
“Ya sudah, selamat berjuang ya, aku akan mendoakanmu dan tetap menjadi temanmu.”
Tika hanya menoleh kepada Renata. Sepertinya Renata sudah maklum dengan sikap Tika yang keras dan pendiam seperti itu.
Suatu sore, Dimas diam-diam menaruh bunga di depan asrama putri. Tanpa disengaja Tika melihatnya dari belakang, lalu Tika berhenti sampai Dimas pergi dari sana. Setelah Dimas pergi, Tika melanjutkan perjalanannya ke kamar asrama. Sedikit pun tak dihiraukannya bunga tersebut.
“Tik, apa tadi kamu sempat bertemu dengan Dimas?” Tanya Renata yang sepertinya suka kepada Dimas.
“Aku tidak bertemu dengannya, tapi tadi aku lihat dia menaruh bunga di depan asrama putri ini. Bunga itu pasti untukmu.” Kata Tika.
“Benarkah? Apa kamu yakin?”
“Pernahkah aku membohongimu?” Kata Tika.
“Ya sudah, aku ambil dulu ya…”
Renata sangat gembira setelah ditemukannya bunga yang dibilang oleh Tika. Lalu dia mengambil bunga itu dan dibawanya ke dalam.
“Tik, ternyata benar, makasi ya…” Tiba-tiba ada segulung kertas jatuh dari bunga itu. Secepat kilat Renata mengambilnya lalu membacanya.
Berikut isinya:
Kartika, maukah kamu menjadi pendamping hidupku?
Aku mencintaimu…
Dimas
“Apa?” Renata terkejut. “Tika, apa kamu ingin memainkan perasaanku? Baca ini!” Renata pergi ke kamarnya sambil menangis. Bunganya dia berikan kepada Tika.
“Apa? Benar-benar gila!” Kata Tika setelah membaca surat itu.
Besoknya dia bertemu dengan Dimas. Dimas menyapanya, tapi dia hanya diam saja.
Mawar merah telah menunggu di depan asrama putri. Melihat itu, Tika cepat-cepat mengambilnya lalu membaca suratnya. Hatinya sangat kesal, mengapa Dimas selalu menulis namanya di surat itu. Tanpa berpikir panjang, dia merobek surat itu. Ide yang cemerlang pun timbul, surat baru ditulisnya dengan mengganti nama Tika menjadi Renata. Setelah itu dia taruh kembali bunga itu di tempatnya semula.
Renata datang dan mengambil bunga itu. Dia langsung memberikannya kepada Tika.
“Tika, ini ada bunga lagi.”
“Kenapa memberikannya kepadaku? Coba baca dulu suratnya, siapa tahu untukmu.”
Renata lalu membacanya.
“Apa? Benaran…? Aku tidak percaya… Tika…” Renata sangat gembira.
“Mungkin kemarin dia salah menulis nama.” Kata Tika. Tika lalu masuk ke dalam kamarnya. Dia merasa lega karena mampu mengendalikan Dimas.
Kejadian pengiriman bunga itu berulang terus-menerus.
Suatu hari Dimas menyapa Tika. Tapi Tika tetap saja tak peduli. Dimas ingin mengejar Tika, tapi Renata datang.
“Dimas, apa kabar…?” Renata gemetaran karena tidak mampu menahan perasaannya.
“Hai Re, aku baik-baik saja. Kamu gimana?”
“Aku baik Di. Dimas, makasih bunganya selama ini ya Di.”
“Apa? Bunga?”
“Ya, bunga yang kamu kirimkan untukku setiap sore di depan asrama putri…”
“Itu, kamu sudah menerimanya?”
“Ya, aku terima. Terima kasih Di. Aku ke kelas dulu ya…”
“Kenapa bisa seperti ini? Apa Renata tidak membaca suratnya?” Kata Dimas di dalam hatinya. “Re, tunggu… Apa kamu masih menyimpan surat-suratnya?”
“Surat-suratnya? Oh, surat yang kamu taruh di bunga itu?”
“Ya, benar Re. Masih ada kan?”
“Masih Di, aku akan simpan selamanya.”
“Re, boleh aku minta kembali semua surat itu?”
“Meminta kembali? Untuk apa Di?” Renata heran dengan sikap Dimas.
“Aku cuma ingin melihatnya Re. Tolong nanti kamu berikan kepadaku ya, nanti sepulang dari kampus aku cari sampai di depan asrama putri ya.”
“Baiklah Di. Aku duluan ya.”
“Ya, makasi Re.”
Sepulang dari kampus, Dimas pergi ke asrama putri. Renata memberikan semua surat yang Dimas minta.
Di bawah pohon yang rindang dekat kampus, Dimas memperhatikan suratnya. Dia sangat terkejut karena yang diterima Renata bukan suratnya.
“Kenapa bisa berubah? Ini kan bukan tulisanku? Siapa yang telah mempermainkanku?” Kata Dimas.
Dimas sangat bingung, surat palsu itu membuatnya merasa akan menyakiti hati Renata.
“Apa yang harus aku lakukan?” Kata Dimas.
Suatu hari tanpa sengaja Dimas menemukan sebuah buku catatan yang tertinggal di atas meja Tika. Setelah dibukanya, dia merasa mengenal tulisan itu.
“Ya, benar, ini tulisan di surat itu.” Kata Dimas.
Dimas lalu mengeluarkan surat yang dimintanya dari Renata.
“Sama persis! Ini dia orangnya!” Dimas melihat cover buku itu. Tertulis nama Kartika. “Apa? Kartika yang melakukan semua ini? Aku tidak percaya!” Dimas sangat terkejut, hatinya kecewa sekali. “Berarti, Tika sudah tahu kalau sebenarnya bunga itu kuberikan kepadanya sebagai ungkapan hatiku. Tapi kenapa dia lakukan ini kepadaku, apakah dia benar-benar tidak mencintaiku? Kalau dia tidak mencintaiku, seharusnya dia bilang langsung kepadaku. Meskipun hatiku sakit, aku akan berusaha untuk memahaminya, tapi… kenapa dia tega membohongi Renata? Aku kecewa padamu Tika!” Setelah mengatakan semua itu, air mata Dimas menetes. Kali ini dia merasa hampa, hatinya sakit karena cintanya bertepuk sebelah tangan.
Keesokan harinya sebelum ke kampus, Dimas duduk di sebuah kursi kayu di tepi jalan menuju kampus. Dia menunggu Tika. Ternyata benar Tika melewati jalan itu. Tapi Tika diam saja, sedikit pun dia tidak menyapa Dimas.
Dari belakang Dimas berkata, “Tika, kenapa… Kenapa kamu lakukan semua ini?”
“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.” Kata Tika.
“Ini, kenapa kamu mengubahnya?” Kata Dimas sambil menunjukkan surat-surat itu.
“Oh, ternyata hal nggak penting itu lagi.” Tika membalikkan badannya untuk melanjutkan perjalanannya. Tapi Dimas menarik tangannya.
“Kartika tunggu! Kamu anggap ini masalah kecil? Ini menyangkut perasaan. Apakah di hatimu memang tidak pernah ada cinta?”
“Aku tidak mau terjebak ke dalam omong kosong itu! Kalau kamu sudah tahu bagaimana aku, kenapa kamu menaruh perasaan kepadaku? Sekali lagi aku katakan, aku tidak akan pernah mau berurusan dengan hal omong kosong seperti itu! Jadi, tolong jangan katakan cinta kepadaku!” Tika sangat kesal. Selama ini dia memang anti dengan yang namanya cinta. Di pikirannya telah dipenuhi oleh impian sebagai ahli perstatistikan saja. “Jangan ikuti aku lagi, aku sudah terlambat.”
Dimas sakit hati. Dia kecewa dengan Tika. Dia tidak percaya dengan hidup tanpa cinta seperti yang Tika katakan.
“Apa boleh buat, aku harus terima.” Dimas berjalan menuju kampus.
Sepulangnya dari kampus, Dimas menemui Renata dan mengajak Renata ke taman.
“Re, apakah kamu benar-benar mencintaiku?” Kata Dimas kepada Renata.
“Dimas… Aku benar-benar mencintaimu. Bagaimana dengan kamu?”
Tanpa disengaja, Tika melihat mereka berdua dari kejauhan. Kata Tika, “Cinta? Kurasa mereka berdua telah terjebak kedalamnya.”
Di malam yang terang karena langit disinari Sang Rembulan yang ceria, Tika sedang menulis tugas di meja belajarnya. Hatinya gelisah. Dia sulit berkonsentrasi.
“Oh Tuhan, kenapa saya menjadi seperti ini. Perasaan saya sangat sedih. Oh, ada apa denganku? Kenapa aku memikirkan dia? Tidak! Aku tidak boleh seperti ini. Tapi… Apakah aku mencintai Dimas? Tidak!”
Semenjak kejadian di jalan kampus itu, Tika menjadi jarang bertemu dengan Dimas. Suatu hari, dia melihat Dimas di taman sedang ngobrol bersama Renata. Tak tahu kenapa, hatinya merasa sakit melihat Dimas bersama-sama dengan Renata.
Malam hari di tempat tidurnya, dia menangis.
“Kenapa aku jadi seperti ini? Meskipun aku berkata tidak terhadap cinta, tapi, hatiku tidak bisa kulawan. Kurasa inilah karma pala yang harus kuterima. Ternyata kalau cinta tumbuh, ku tak berdaya.” Tika terus menangis karena menyesal.
Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Tika keluar dari asrama menuju ke kampus. Di depan asrama dia bertemu dengan Dimas. Sepertinya Dimas benar-benar kecewa dengan Tika. Dia diam saja ketika melihat Tika. Begitu pula Tika, meskipun dia merasa bersalah terhadap Dimas, tapi dia tidak mau berkata apa-apa. Dia tahu saat itu Dimas sedang menunggu Renata. Mereka hanya saling pandang sebentar.
“Apa yang terjadi, hatiku sakit sekali melihat dia. Kenapa bisa sesakit ini? Seperti inikah? Mengapa malah aku sendiri yang terjebak ke dalam cinta ini?” Kata Tika dalam hati.
Di mana pun, kapan pun, Tika selalu melihat Dimas bersama-sama Renata. “Mereka begitu serasi, keduanya berhati mulia. Renata memang cocok untukmu.” Begitulah kata hati Tika. Dia benar-benar menyesal. Kali ini dia menyadari bahwa cinta tak bisa dihindari.
Enam bulan berlalu, kini para mahasiswa STIS sudah melewati semester tiga. Sebelum liburan, mereka mengadakan acara kampus, yaitu pertunjukkan bakat dari para mahasiswa. Pada pertunjukkan tersebut, Tika bingung harus menunjukkan bakat apa. Tanpa persiapan sama sekali, dia datang ke acara tersebut. Tak disangka, sebagai mahasiswa yang berprestasi, dia disuruh naik panggung oleh dosennya. Hatinya mulai gugup.
“Kartika, sebagai mahasiswa yang berprestasi, kamu harus menunjukkan bakatmu sekarang ya.” Kata dosennya yang sedang berdiri di depan panggung bersama Tika.
“Tapi Prof, saya tidak bisa…” kata Tika.
“Ayo Tika…” teriak mahasiswa lainnya.
Karena tidak bisa mengelak, Tika terpaksa. Dia hanya bisa menyanyi. “Hanya nyanyian Rossa yang ada di pikiranku saat ini. haruskah aku menyanyikan lagu ini?” Kata Tika di dalam hatinya. Akhirnya dia menyanyikan lagu Rossa, ‘Aku Bukan Untukmu’.
Semuanya merasa tersentuh dengan lagu yang dinyanyikan oleh Tika. Tika sangat menjiwai lagu itu, bahkan air matanya menetes ketika bernyanyi sambil memainkan piano di depan panggung. Sebenarnya lagu itu adalah lagu penyesalannya, dan menyatakan perasaannya saat itu.
Dimas merasakan sesuatu dari lagu yang dinyanyikan oleh Tika. “Apakah semua ini benar?” Dia lalu menemui Tika di belakang panggung.
“Tika, ikut aku!” Dimas menarik tangan Tika, dan mengajaknya ke suatu tempat yang agak sepi. Saat itu Tika tiada berdaya, dia hanya diam dan menurut saja karena hatinya sedang sakit.
“Tika, lagu tadi… Apa semua itu mengungkapkan perasaanmu sekarang ini?” Tanya Dimas sambil memandang Tika.
“Apa? Sudahlah Di, semua itu adalah urusanku.”
“Tika, tolong jawab dengan jujur! Apakah kamu mencintaiku sekarang? Apakah lagu tadi menunjukkan penyesalanmu?”
“Aku… maafkan aku Dimas. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku harus pergi.” Tika membalikkan badannya dan berlari menjauhi Dimas. Dia menangis, ya dia menangis.
Dimas mengejarnya dan berhasil menangkap tangan Tika. “Tika, kamu menangis? Maaf, tolong jujur padaku sekarang. Apakah kamu mencintaiku? Tika, aku mencintaimu… aku tidak bisa membohongi perasaanku terus-menerus meskipun sudah kulawan. Apakah kamu bisa mengerti Tika?” Dimas sangat serius dan meneteskan air mata.
“Maaf… Maafkan aku… Aku sudah mengecewakanmu Dimas. Sebenarnya lagu tadi adalah ungkapan penyesalanku. Apakah kamu bisa memaafkanku?” Tika menangis dan memandang Dimas dengan penuh arti.
“Tika, masalah itu lupakan saja, aku sudah memaafkanmu, jujur, aku tidak bisa membencimu. Kalau kamu tidak mencintaiku, aku bisa mengerti sekarang. Sudahlah, jangan paksakan perasaanmu lagi ya. Pergilah, jangan bebankan pikiranmu dengan rasa bersalah.”
“Aku mencintaimu Dimas, sangat… aku sangat mencintaimu…” Tika tiba-tiba berkata seperti itu.
Dimas terkejut, “Apa? Benarkah yang aku dengar ini?”
“Benar Dimas, aku mencintaimu.”
Dimas memegang erat kedua tangan Tika sambil menangis bahagia. “Aku juga mencintaimu Tika…”
“Tapi…” Tika melepaskan tangannya.
“Tapi apa Tik?”
“Renata, Renata pasti sangat kecewa denganmu. Aku merasa tidak enak dengannya. Tapi aku juga tidak bisa menahan penyesalanku lebih lama lagi.”
“Tika, tidak akan terjadi apa-apa. Kamu tenang saja ya…” Dimas berkata sambil tersenyum.
Ternyata benar, Renata datang dan melihat semuanya. Dia lalu mendekati Dimas dan Tika. “Tika, aku tidak menyangka ya, kamu tega-teganya menyakiti hatiku! Aku tidak akan biarkan Dimas jatuh ke padamu!” Kata Renata dengan marah.
“Re, dengarkan aku dulu. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku ingin minta maaf kepadamu. Aku… aku sudah menyadari kesalahanku selama ini. Maafkan aku.” Tika berusaha menjelaskan kepada Renata.
“Bilang saja kalau kamu mencintai Dimas kan?”
“Aku tidak akan melanjutkan perasaanku ini, Re. Kamu tahu kan siapa aku? Tidak akan kubiarkan cinta menguasai diriku. Jadi aku… Ambil saja dia.” Tika pura-pura bersikap seperti yang sering dia lakukan.
“Ha…ha…ha…” Renata dan Dimas tertawa. Hal ini membuat Tika merasa heran. Renata lalu mendekati Tika dan memeluknya.
“Tika, maafkan aku, sebenarnya tadi itu cuma sandiwara. Aku dan Dimas hanya berteman, dulu aku memang pernah memintanya menjadi pacarku, tapi Dimas tidak bisa, dia memilih untuk tetap menunggumu. Jadi, cintailah dia dengan sepenuh hati, jangan setengah-setengah ya…” Kata Renata.
“Renata… aku minta maaf, maafkan aku…”
“Sudahlah, Tik. Aku juga minta maaf.”
Akhirnya mereka berdua menjadi sahabat yang setia. Mereka bertiga tersenyum damai dan saling memandang.
Cerpen Karangan: Ni Wayan Karmila Putri
Sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-galau/baru-kusadari.html
“Ibu… aku sedang belajar… Tolong jangan menyuruhku yang aneh-aneh deh Bu.” Kata Tika yang sedang menulis sesuatu di kamarnya.
“Apanya yang aneh-aneh Tika, Ibu ingin kamu santai sedikit, jangan terlalu mengekang diri untuk belajar…”
“Ibu, tolong Bu! Aku sedang sibuk sekarang! Jadi, jangan ganggu aku lagi.” Tika kelihatannya marah kepada ibunya. Selama ini dia merasa ibunya selalu bertentangan dengannya.
“Ya sudah kalau begitu! Belajar terus aja, kamu ini, kenapa membentak Ibu seperti itu…”
“Maafkan aku Bu, aku benar-benar tidak mau diganggu sekarang. Tugasku sangat banyak.” Tika mereda sambil tersenyum.
Begitulah Kartika. Hatinya agak keras, sekeras didikan ibunya. Dia memang tidak terlalu senang berlancong di saat ada banyak tugas. Apalagi berlancong di warung dan duduk-duduk bersama teman-temannya. Baginya hal itu hanya membuang-buang waktu saja. Bagaimana mau berlancong, dalam masalah percintaan pun dia tidak mau terlibat. Tujuannya cuma satu, yaitu menjadi seorang pegawai perstatistikan yang berprestasi. Begitulah cita-citanya semenjak SMA.
Liburan pun berakhir. Kini Tika harus kembali ke Jakarta. Ayah dan ibunya mengantarnya sampai di Bandara Ngurah Rai, Bali. Di sana dia sudah ditunggu oleh teman-temannya yang dari Bali juga.
Sesampainya di Jakarta.
“Tika… tunggu aku…” Teriak Gede Dimas sambil berlari mengejar ketertinggalannya dari Kartika.
Kartika hanya menoleh ke belakang dan terus berjalan. Dia merasa tidak ada waktu lagi untuk menunggu Dimas.
“Tik, gimana liburannya, menyenangkan?” Akhirnya Dimas berhasil mengejar Tika.
“Aku tidak kemana-mana.” Jawab Tika dengan pendek.
“Apa? Kenapa tidak menghubungi aku aja Tik, kita kan sama-sama dari Bali…”
“Kenapa aku harus menghubungimu? Memangnya apa yang akan kamu lakukan kalau aku menghubungimu?” Kata Tika.
“Paling tidak kamu kan bisa berlancong denganku.”
“Ah…” Tika mempercepat langkah kakinya. Dia merasa sebal mendengarkan Dimas.
“Hah? Tika, kamu, kenapa seperti itu?” Gumam Dimas sambil mengejar Tika.
Hampir setiap hari Tika berdiskusi dengan dosennya. Hampir tidak pernah ada waktu untuk bersantai bersama teman-temannya. Hal ini membuat dia kurang akrab dengan mahasiswa yang lain. Kalau ada sms yang tidak penting, dia abaikan. Dimas yang selalu ingin mengenalnya pun selalu diabaikannya.
Suatu hari dalam perjalanan menuju ke asrama masing-masing, Dimas menghampiri Tika yang sedang berjalan sendiri.
“Hai Tik, kamu pasti ikut lomba menulis karya ilmiah remaja ini kan?” Tanya Dimas sambil memperlihatkan brosur lombanya.
“Em… mungkin.”
“Pasti ikut ya, tidak boleh mungkin. Kamu mau kan satu kelompok denganku?”
Tika menoleh kepada Dimas. “Apa? Maaf, aku tidak butuh bantuanmu. Aku bisa berusaha sendiri.”
“Tapi Tik…”
Tika berjalan cepat-cepat dan meninggalkan Dimas. Dimas tidak bisa mengejarnya lagi karena Tika sudah memasuki area asrama putri.
Keesokan harinya di waktu istirahat, Tika sedang duduk di bawah pohon besar sambil membaca buku. Banyak terdengar kata-kata yang menusuk hatinya.
“Hai, lihat tu Si Tika, memangnya dia mau menggantikan presiden, belajar terus kerjaannya.” Bisik seorang mahasiswi kepada dua orang temannya.
“Buat apa pintar seperti itu, kalau dia tidak punya kawan…” Kata seorang lagi.
“Mana mungkin punya kawan, setiap orang yang mendekatinya selalu dicuekannya.” Kata seorang lagi.
“Kenapa Dimas yang seganteng itu dicuekannya juga ya? Padahal jelas sekali kalau Dimas menyukainya.” Kata pembicara pertama.
Semua suara pedas itu didengar oleh Tika, tapi dia diam saja. Dia tidak mau berurusan dengan hal seperti itu.
“Hei, kenapa kalian berbicara seperti itu, tidak baik membicarakan orang…” Kata Renata.
“Hah, maaf.” Mereka bertiga lalu pergi.
Renata lalu mendekati Kartika.
“Biarkan saja.” Kata Kartika.
“Apa?” Renata terkejut.
“Aku bilang biarkan saja. Nggak penting.” Kata Kartika.
“Mereka sudah membicarakanmu Tik, apa kamu tidak tersinggung?”
“Mereka benar kan? Sudahlah, biarkan saja. Sebaiknya kamu berhenti memperhatikanku seperti ini.” Kata Tika.
“Tapi Tik… Tika, kenapa kamu seperti ini?”
“Aku… Aku memang seperti ini, memangnya aku salah? Sekarang ini yang ada di pikiranku cuma satu, aku ingin mengejar impianku menjadi seorang mahasiswa yang berhasil. Selain itu aku tidak peduli.”
“Apa kamu yakin?”
“Ya, aku yakin.”
“Ya sudah, selamat berjuang ya, aku akan mendoakanmu dan tetap menjadi temanmu.”
Tika hanya menoleh kepada Renata. Sepertinya Renata sudah maklum dengan sikap Tika yang keras dan pendiam seperti itu.
Suatu sore, Dimas diam-diam menaruh bunga di depan asrama putri. Tanpa disengaja Tika melihatnya dari belakang, lalu Tika berhenti sampai Dimas pergi dari sana. Setelah Dimas pergi, Tika melanjutkan perjalanannya ke kamar asrama. Sedikit pun tak dihiraukannya bunga tersebut.
“Tik, apa tadi kamu sempat bertemu dengan Dimas?” Tanya Renata yang sepertinya suka kepada Dimas.
“Aku tidak bertemu dengannya, tapi tadi aku lihat dia menaruh bunga di depan asrama putri ini. Bunga itu pasti untukmu.” Kata Tika.
“Benarkah? Apa kamu yakin?”
“Pernahkah aku membohongimu?” Kata Tika.
“Ya sudah, aku ambil dulu ya…”
Renata sangat gembira setelah ditemukannya bunga yang dibilang oleh Tika. Lalu dia mengambil bunga itu dan dibawanya ke dalam.
“Tik, ternyata benar, makasi ya…” Tiba-tiba ada segulung kertas jatuh dari bunga itu. Secepat kilat Renata mengambilnya lalu membacanya.
Berikut isinya:
Kartika, maukah kamu menjadi pendamping hidupku?
Aku mencintaimu…
Dimas
“Apa?” Renata terkejut. “Tika, apa kamu ingin memainkan perasaanku? Baca ini!” Renata pergi ke kamarnya sambil menangis. Bunganya dia berikan kepada Tika.
“Apa? Benar-benar gila!” Kata Tika setelah membaca surat itu.
Besoknya dia bertemu dengan Dimas. Dimas menyapanya, tapi dia hanya diam saja.
Mawar merah telah menunggu di depan asrama putri. Melihat itu, Tika cepat-cepat mengambilnya lalu membaca suratnya. Hatinya sangat kesal, mengapa Dimas selalu menulis namanya di surat itu. Tanpa berpikir panjang, dia merobek surat itu. Ide yang cemerlang pun timbul, surat baru ditulisnya dengan mengganti nama Tika menjadi Renata. Setelah itu dia taruh kembali bunga itu di tempatnya semula.
Renata datang dan mengambil bunga itu. Dia langsung memberikannya kepada Tika.
“Tika, ini ada bunga lagi.”
“Kenapa memberikannya kepadaku? Coba baca dulu suratnya, siapa tahu untukmu.”
Renata lalu membacanya.
“Apa? Benaran…? Aku tidak percaya… Tika…” Renata sangat gembira.
“Mungkin kemarin dia salah menulis nama.” Kata Tika. Tika lalu masuk ke dalam kamarnya. Dia merasa lega karena mampu mengendalikan Dimas.
Kejadian pengiriman bunga itu berulang terus-menerus.
Suatu hari Dimas menyapa Tika. Tapi Tika tetap saja tak peduli. Dimas ingin mengejar Tika, tapi Renata datang.
“Dimas, apa kabar…?” Renata gemetaran karena tidak mampu menahan perasaannya.
“Hai Re, aku baik-baik saja. Kamu gimana?”
“Aku baik Di. Dimas, makasih bunganya selama ini ya Di.”
“Apa? Bunga?”
“Ya, bunga yang kamu kirimkan untukku setiap sore di depan asrama putri…”
“Itu, kamu sudah menerimanya?”
“Ya, aku terima. Terima kasih Di. Aku ke kelas dulu ya…”
“Kenapa bisa seperti ini? Apa Renata tidak membaca suratnya?” Kata Dimas di dalam hatinya. “Re, tunggu… Apa kamu masih menyimpan surat-suratnya?”
“Surat-suratnya? Oh, surat yang kamu taruh di bunga itu?”
“Ya, benar Re. Masih ada kan?”
“Masih Di, aku akan simpan selamanya.”
“Re, boleh aku minta kembali semua surat itu?”
“Meminta kembali? Untuk apa Di?” Renata heran dengan sikap Dimas.
“Aku cuma ingin melihatnya Re. Tolong nanti kamu berikan kepadaku ya, nanti sepulang dari kampus aku cari sampai di depan asrama putri ya.”
“Baiklah Di. Aku duluan ya.”
“Ya, makasi Re.”
Sepulang dari kampus, Dimas pergi ke asrama putri. Renata memberikan semua surat yang Dimas minta.
Di bawah pohon yang rindang dekat kampus, Dimas memperhatikan suratnya. Dia sangat terkejut karena yang diterima Renata bukan suratnya.
“Kenapa bisa berubah? Ini kan bukan tulisanku? Siapa yang telah mempermainkanku?” Kata Dimas.
Dimas sangat bingung, surat palsu itu membuatnya merasa akan menyakiti hati Renata.
“Apa yang harus aku lakukan?” Kata Dimas.
Suatu hari tanpa sengaja Dimas menemukan sebuah buku catatan yang tertinggal di atas meja Tika. Setelah dibukanya, dia merasa mengenal tulisan itu.
“Ya, benar, ini tulisan di surat itu.” Kata Dimas.
Dimas lalu mengeluarkan surat yang dimintanya dari Renata.
“Sama persis! Ini dia orangnya!” Dimas melihat cover buku itu. Tertulis nama Kartika. “Apa? Kartika yang melakukan semua ini? Aku tidak percaya!” Dimas sangat terkejut, hatinya kecewa sekali. “Berarti, Tika sudah tahu kalau sebenarnya bunga itu kuberikan kepadanya sebagai ungkapan hatiku. Tapi kenapa dia lakukan ini kepadaku, apakah dia benar-benar tidak mencintaiku? Kalau dia tidak mencintaiku, seharusnya dia bilang langsung kepadaku. Meskipun hatiku sakit, aku akan berusaha untuk memahaminya, tapi… kenapa dia tega membohongi Renata? Aku kecewa padamu Tika!” Setelah mengatakan semua itu, air mata Dimas menetes. Kali ini dia merasa hampa, hatinya sakit karena cintanya bertepuk sebelah tangan.
Keesokan harinya sebelum ke kampus, Dimas duduk di sebuah kursi kayu di tepi jalan menuju kampus. Dia menunggu Tika. Ternyata benar Tika melewati jalan itu. Tapi Tika diam saja, sedikit pun dia tidak menyapa Dimas.
Dari belakang Dimas berkata, “Tika, kenapa… Kenapa kamu lakukan semua ini?”
“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.” Kata Tika.
“Ini, kenapa kamu mengubahnya?” Kata Dimas sambil menunjukkan surat-surat itu.
“Oh, ternyata hal nggak penting itu lagi.” Tika membalikkan badannya untuk melanjutkan perjalanannya. Tapi Dimas menarik tangannya.
“Kartika tunggu! Kamu anggap ini masalah kecil? Ini menyangkut perasaan. Apakah di hatimu memang tidak pernah ada cinta?”
“Aku tidak mau terjebak ke dalam omong kosong itu! Kalau kamu sudah tahu bagaimana aku, kenapa kamu menaruh perasaan kepadaku? Sekali lagi aku katakan, aku tidak akan pernah mau berurusan dengan hal omong kosong seperti itu! Jadi, tolong jangan katakan cinta kepadaku!” Tika sangat kesal. Selama ini dia memang anti dengan yang namanya cinta. Di pikirannya telah dipenuhi oleh impian sebagai ahli perstatistikan saja. “Jangan ikuti aku lagi, aku sudah terlambat.”
Dimas sakit hati. Dia kecewa dengan Tika. Dia tidak percaya dengan hidup tanpa cinta seperti yang Tika katakan.
“Apa boleh buat, aku harus terima.” Dimas berjalan menuju kampus.
Sepulangnya dari kampus, Dimas menemui Renata dan mengajak Renata ke taman.
“Re, apakah kamu benar-benar mencintaiku?” Kata Dimas kepada Renata.
“Dimas… Aku benar-benar mencintaimu. Bagaimana dengan kamu?”
Tanpa disengaja, Tika melihat mereka berdua dari kejauhan. Kata Tika, “Cinta? Kurasa mereka berdua telah terjebak kedalamnya.”
Di malam yang terang karena langit disinari Sang Rembulan yang ceria, Tika sedang menulis tugas di meja belajarnya. Hatinya gelisah. Dia sulit berkonsentrasi.
“Oh Tuhan, kenapa saya menjadi seperti ini. Perasaan saya sangat sedih. Oh, ada apa denganku? Kenapa aku memikirkan dia? Tidak! Aku tidak boleh seperti ini. Tapi… Apakah aku mencintai Dimas? Tidak!”
Semenjak kejadian di jalan kampus itu, Tika menjadi jarang bertemu dengan Dimas. Suatu hari, dia melihat Dimas di taman sedang ngobrol bersama Renata. Tak tahu kenapa, hatinya merasa sakit melihat Dimas bersama-sama dengan Renata.
Malam hari di tempat tidurnya, dia menangis.
“Kenapa aku jadi seperti ini? Meskipun aku berkata tidak terhadap cinta, tapi, hatiku tidak bisa kulawan. Kurasa inilah karma pala yang harus kuterima. Ternyata kalau cinta tumbuh, ku tak berdaya.” Tika terus menangis karena menyesal.
Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Tika keluar dari asrama menuju ke kampus. Di depan asrama dia bertemu dengan Dimas. Sepertinya Dimas benar-benar kecewa dengan Tika. Dia diam saja ketika melihat Tika. Begitu pula Tika, meskipun dia merasa bersalah terhadap Dimas, tapi dia tidak mau berkata apa-apa. Dia tahu saat itu Dimas sedang menunggu Renata. Mereka hanya saling pandang sebentar.
“Apa yang terjadi, hatiku sakit sekali melihat dia. Kenapa bisa sesakit ini? Seperti inikah? Mengapa malah aku sendiri yang terjebak ke dalam cinta ini?” Kata Tika dalam hati.
Di mana pun, kapan pun, Tika selalu melihat Dimas bersama-sama Renata. “Mereka begitu serasi, keduanya berhati mulia. Renata memang cocok untukmu.” Begitulah kata hati Tika. Dia benar-benar menyesal. Kali ini dia menyadari bahwa cinta tak bisa dihindari.
Enam bulan berlalu, kini para mahasiswa STIS sudah melewati semester tiga. Sebelum liburan, mereka mengadakan acara kampus, yaitu pertunjukkan bakat dari para mahasiswa. Pada pertunjukkan tersebut, Tika bingung harus menunjukkan bakat apa. Tanpa persiapan sama sekali, dia datang ke acara tersebut. Tak disangka, sebagai mahasiswa yang berprestasi, dia disuruh naik panggung oleh dosennya. Hatinya mulai gugup.
“Kartika, sebagai mahasiswa yang berprestasi, kamu harus menunjukkan bakatmu sekarang ya.” Kata dosennya yang sedang berdiri di depan panggung bersama Tika.
“Tapi Prof, saya tidak bisa…” kata Tika.
“Ayo Tika…” teriak mahasiswa lainnya.
Karena tidak bisa mengelak, Tika terpaksa. Dia hanya bisa menyanyi. “Hanya nyanyian Rossa yang ada di pikiranku saat ini. haruskah aku menyanyikan lagu ini?” Kata Tika di dalam hatinya. Akhirnya dia menyanyikan lagu Rossa, ‘Aku Bukan Untukmu’.
Semuanya merasa tersentuh dengan lagu yang dinyanyikan oleh Tika. Tika sangat menjiwai lagu itu, bahkan air matanya menetes ketika bernyanyi sambil memainkan piano di depan panggung. Sebenarnya lagu itu adalah lagu penyesalannya, dan menyatakan perasaannya saat itu.
Dimas merasakan sesuatu dari lagu yang dinyanyikan oleh Tika. “Apakah semua ini benar?” Dia lalu menemui Tika di belakang panggung.
“Tika, ikut aku!” Dimas menarik tangan Tika, dan mengajaknya ke suatu tempat yang agak sepi. Saat itu Tika tiada berdaya, dia hanya diam dan menurut saja karena hatinya sedang sakit.
“Tika, lagu tadi… Apa semua itu mengungkapkan perasaanmu sekarang ini?” Tanya Dimas sambil memandang Tika.
“Apa? Sudahlah Di, semua itu adalah urusanku.”
“Tika, tolong jawab dengan jujur! Apakah kamu mencintaiku sekarang? Apakah lagu tadi menunjukkan penyesalanmu?”
“Aku… maafkan aku Dimas. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku harus pergi.” Tika membalikkan badannya dan berlari menjauhi Dimas. Dia menangis, ya dia menangis.
Dimas mengejarnya dan berhasil menangkap tangan Tika. “Tika, kamu menangis? Maaf, tolong jujur padaku sekarang. Apakah kamu mencintaiku? Tika, aku mencintaimu… aku tidak bisa membohongi perasaanku terus-menerus meskipun sudah kulawan. Apakah kamu bisa mengerti Tika?” Dimas sangat serius dan meneteskan air mata.
“Maaf… Maafkan aku… Aku sudah mengecewakanmu Dimas. Sebenarnya lagu tadi adalah ungkapan penyesalanku. Apakah kamu bisa memaafkanku?” Tika menangis dan memandang Dimas dengan penuh arti.
“Tika, masalah itu lupakan saja, aku sudah memaafkanmu, jujur, aku tidak bisa membencimu. Kalau kamu tidak mencintaiku, aku bisa mengerti sekarang. Sudahlah, jangan paksakan perasaanmu lagi ya. Pergilah, jangan bebankan pikiranmu dengan rasa bersalah.”
“Aku mencintaimu Dimas, sangat… aku sangat mencintaimu…” Tika tiba-tiba berkata seperti itu.
Dimas terkejut, “Apa? Benarkah yang aku dengar ini?”
“Benar Dimas, aku mencintaimu.”
Dimas memegang erat kedua tangan Tika sambil menangis bahagia. “Aku juga mencintaimu Tika…”
“Tapi…” Tika melepaskan tangannya.
“Tapi apa Tik?”
“Renata, Renata pasti sangat kecewa denganmu. Aku merasa tidak enak dengannya. Tapi aku juga tidak bisa menahan penyesalanku lebih lama lagi.”
“Tika, tidak akan terjadi apa-apa. Kamu tenang saja ya…” Dimas berkata sambil tersenyum.
Ternyata benar, Renata datang dan melihat semuanya. Dia lalu mendekati Dimas dan Tika. “Tika, aku tidak menyangka ya, kamu tega-teganya menyakiti hatiku! Aku tidak akan biarkan Dimas jatuh ke padamu!” Kata Renata dengan marah.
“Re, dengarkan aku dulu. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku ingin minta maaf kepadamu. Aku… aku sudah menyadari kesalahanku selama ini. Maafkan aku.” Tika berusaha menjelaskan kepada Renata.
“Bilang saja kalau kamu mencintai Dimas kan?”
“Aku tidak akan melanjutkan perasaanku ini, Re. Kamu tahu kan siapa aku? Tidak akan kubiarkan cinta menguasai diriku. Jadi aku… Ambil saja dia.” Tika pura-pura bersikap seperti yang sering dia lakukan.
“Ha…ha…ha…” Renata dan Dimas tertawa. Hal ini membuat Tika merasa heran. Renata lalu mendekati Tika dan memeluknya.
“Tika, maafkan aku, sebenarnya tadi itu cuma sandiwara. Aku dan Dimas hanya berteman, dulu aku memang pernah memintanya menjadi pacarku, tapi Dimas tidak bisa, dia memilih untuk tetap menunggumu. Jadi, cintailah dia dengan sepenuh hati, jangan setengah-setengah ya…” Kata Renata.
“Renata… aku minta maaf, maafkan aku…”
“Sudahlah, Tik. Aku juga minta maaf.”
Akhirnya mereka berdua menjadi sahabat yang setia. Mereka bertiga tersenyum damai dan saling memandang.
Cerpen Karangan: Ni Wayan Karmila Putri
Sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-galau/baru-kusadari.html
Kamis, 19 September 2013
Akibat kepanikan
Menurut salah seorang warga yang mengaku bermarga Tarigan, pada saat Gunung Sinabung meletus, anak sekolah dan warga sekitar berhamburan ke lapangan sambil melihat keadaan gunung. Pada saat itu, korban yang ikut serta melihat keadaan gunung tersebut, seketika panik melihat asap tebal yang keluar dari Gunung Sinabung.
Mendengar tangisan dan doa yang keluar dari mulut anak sekolah, korban pun tiba-tiba terjatuh di tengah kepanikan warga. Melihat itu, menantu korban yang juga di lokasi berusaha membangunkan korban, namun kakek yang diduga memiliki penyakit jantungtersebut tidak bernyawa lagi .
“Tadi kira-kira jam 12 lewat Gunung Sinabung kan meletus lagi bang. Pada saat itu siswa yang sedang mengikuti pelajaran, tiba-tiba berhamburan keluar dari kelas, karena melihat asap tebal yang keluar dari gunung tersebut. Siswa itu menangis sambil berdoa agar kampung mereka tidak terkena bencana. Melihat kepanikan anak sekolah itu, korban pun keluar dari rumahnya dan melihat asap tebal yang keluar dari gunung tersebut, tiba-tiba bulang itu terjatuh lalu ia (korban) diangkat menantunya masuk ke rumanya bang, sampai ke rumah, rupanya bulang itu sudah meninggal,” terangnya dengan menggunakan masker di mulut.
Sementara, Kapolsek Tiganderket AKP Dearma Munte ketika di konfirmasi kru Koran ini melalui telpon selulernya, membenarkan bahwa ada seorang warga Desa Batukarang tewas pada saat meletus Gunung Sinabung. “Korban tewas akibat panik, diduga korban memiliki sakit jantung, karena pada tubuh korban tidak ada tanda-tanda penganiayaan dan bukan karena keracunan debu gunung,” terang Kapolsek.
Pantauan Simantab, jenazah korban saat ini berada di rumah duka tepatnya di Desa Batukarang yang tidak jauh dari SMP Negeri 1 Payung untuk disemayamkan.(Pardi)
Sumber : http://www.simantab.com/?p=10488
Meletusnya Gunung sinabung
Jumlah Pengungsi Letusan Gunung Sinabung Melonjak
Titik pengungsian pun bertambah dari 12 menjadi 24 titik. Jumlah pengungsi ini lebih besar daripada jumlah pengungsi saat erupsi Agustus-September 2010. "Saat itu letusannya lebih besar dibanding sekarang," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam rilisnya hari ini. Gunung Sinabung meletus lagi pada Selasa, 17 September 2013.
Berikut ini adalah 24 pos pengungsian dan jumlah pengungsi yang disiapkan: Pos Jambur Sempakata (2.308); Klasis GBKP (800); GBKP Kota/Gedung KKR (1.200); GBKP KOTA/Gedung Serbaguna (239); Jambur Payung (1.500); KWK Berastagi/perempuan (1.300); Klasis Barastagi/laki-laki (381); Masjid Istikar Barastagi (174); Masjid Agung (182); Zentrum (339); GBKP Simpang VI (220); Paroki (50); Jambur Tuah Lopati (800); Losd Tiganderket (1.600); Tanjung Pulo (500); Gedung KNPI (170); GBKP Jalan Kotacane (190); GBKP/Retreat Center (200); Sekolah Taman Doa Ora et Labora (105); Posko Jambur Tongkoh (350); Kantor ASAP (58); GBKP Asrama Kodim (9); dan Gereja GBKP Katepul (275).
Menurut Sutopo, banyaknya jumlah pengungsi ini karena penduduk dari desa-desa di luar radius 3 kilometer, yang sebenarnya aman sesuai rekomendasi PVMBG Badan Geologi, juga ikut mengungsi. Hanya Desa Sukameriah yang harus dikosongkan karena posisinya berada kurang dari radius 3 kilometer dan terletak di bawah bukaan kawah Sinabung. "Sukameriah rawan luncuran awan panas dan lava," katanya.
Hari ini, Sutopo melanjutkan, BNPB akan mendata nama-nama pengungsi di tiap-tiap pos pengungsian karena penduduk leluasa keluar-masuk tanpa ada pencatatan oleh petugas. Selain itu, saat pagi hingga siang, banyak pengungsi yang kembali ke rumahnya untuk merawat ternak dan lahan pertaniannya.
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2013/09/18/173514500/Jumlah-Pengungsi-Letusan-Gunung-Sinabung-Melonjak
Sabtu, 07 September 2013
Kisah Kisah Inspirasi dan Motivasi
Kisah Inspirasi : Kaya dan Miskin
Satu hari, seorang ayah yang berasal dari keluarga kaya membawa anaknya dalam satu perjalanan keliling negeri dengan tujuan memperlihatkan pada si anak bagaimana miskinnya kehidupan orang-orang disekitarnya. Mereka lalu menghabiskan beberapa hari di sebuah rumah pertanian yang dianggap si ayah dimiliki keluarga yang amat miskin.
Setelah kembali dari perjalanan mereka, si ayah menanyai anaknya :
“Bagaimana perjalanannya nak?”.
“Perjalanan yang hebat, yah”.
“Sudahkah kamu melihat betapa miskinnya orang-orang hidup?,” Si bapak bertanya.
“O tentu saja,” jawab si anak.
“Sekarang ceritakan, apa yang kamu pelajari dari perjalanan itu,” kata si bapak.
Si anak menjawab :
Saya melihat bahwa kita punya satu anjing, tapi mereka punya empat anjing.
Kita punya kolam renang yang panjangnya sampai pertengahan taman kita, tapi mereka punya anak sungai yang tidak ada ujungnya.
Kita mendatangkan lampu-lampu untuk taman kita, tapi mereka memiliki cahaya bintang di malam hari.
Teras tempat kita duduk-duduk membentang hingga halaman depan, sedang teras mereka adalah horizon yang luas.
Kita punya tanah sempit untuk tinggal, tapi mereka punya ladang sejauh mata memandang.
Kita punya pembantu yang melayani kita, tapi mereka melayani satu sama lain.Setelah kembali dari perjalanan mereka, si ayah menanyai anaknya :
“Bagaimana perjalanannya nak?”.
“Perjalanan yang hebat, yah”.
“Sudahkah kamu melihat betapa miskinnya orang-orang hidup?,” Si bapak bertanya.
“O tentu saja,” jawab si anak.
“Sekarang ceritakan, apa yang kamu pelajari dari perjalanan itu,” kata si bapak.
Si anak menjawab :
Saya melihat bahwa kita punya satu anjing, tapi mereka punya empat anjing.
Kita punya kolam renang yang panjangnya sampai pertengahan taman kita, tapi mereka punya anak sungai yang tidak ada ujungnya.
Kita mendatangkan lampu-lampu untuk taman kita, tapi mereka memiliki cahaya bintang di malam hari.
Teras tempat kita duduk-duduk membentang hingga halaman depan, sedang teras mereka adalah horizon yang luas.
Kita punya tanah sempit untuk tinggal, tapi mereka punya ladang sejauh mata memandang.
Kita beli makanan kita, tapi mereka menumbuhkan makanan sendiri.
Kita punya tembok disekeliling rumah untuk melindungi kita, sedangkan mereka punya teman-teman untuk melindungi mereka.
Ayah si anak hanya bisa bungkam.
Lalu si anak menambahkan kata-katanya : “Ayah, terima kasih sudah menunjukkan betapa MISKIN-nya kita”.
Hikmah yang bisa diambil dari kisah inspirasi diatas :
- Kaya dan Miskin tergantung pada persepsi kita sendiri, bukan pada penilaian orang lain.
- Orang lain yang tampak miskin bagi kita, boleh jadi termasuk kaya menurut orang lain, atau bahkan mereka sendiri
- Kisah diatas mendorong kita untuk selalu melihat perspektif lain...
sejarah adat Karo
MIGRASI
Pada pra- sejarah terjadi perpindahan bangsa- bangsa termasuk di Asia yang khusus ke Indonesia datang dari Asia Selatan dan Tenggara . Percampuran darah terjadi antar bangsa- bangsa tersebut dengan penduduk yang telah bermukim sebelumnya di Nusantara ini merupakan nenek moyang kita dan pada umumnya yang mendiami pesisir sebagai orang bahari.Menurut Versi Karo : Leluhur hidup dari menangkap ikan , bertani, berburu, berdagang , mengarungi samudra luas. Hal ini diceritakan bersambung hampir setiap malam di lantai lumbung padi yang dinamakan ‘Jambur’ dari purbakala hingga menjelang tahun 1940 di daerah yang penduduknya suku Karo .Cerita yang bersambung mengenai seluk beluk asal muasal suku Karo , kebudayaan, bahasa dan adat istiadat serta perjuangan hidupnya biasanya di namakan ‘Turi- turin atau Terombo Karo’. Setiap cerita ditayangkan melalui lagu merdu pada malam hari sampai dini hari selama tujuh malam.Aku dulu pernah mendengarkan cerita bersambung itu sebelum memasuki bangku sekolah. Karena sudah dilalui puluhan tahun, bisa jadi ada kelupaan dalam menguraikan inti sarinya, terutama pencocokan daerah kejadian saat dipergunakan pengetahuan umum geografi dan sejarah dunia atau nasional dalam keadaan tertentu menurut suasana hikayatnya.Pada pokok hikayat di uraikan bahwa nenek moyang itu datang ke pesisir Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya yang menurut logat mereka “reh ku pertibi si la ertepi enda” dari dua “negeri nini pemena” yaitu leluhur Pemula, datang dari dari negeri yang disebut “YUNA ( YUNAN )” ialah dari Cina Selatan dan Asia Tenggara serta “BARAT” yakni Asia Selatan (India , Pakistan, Banglades, dan lain- lain).Yang datang dari negeri “Yuna” itu masih tergolong “animisme” atau “agama pemena”, sedangkan yang bersal dari “Barat” sudah beragama, yaitu agama Budha. Suku- suku bangsa pesisir yang saling bercampur darah (perkawinan) sesamanya inilah merupakan nenek moyang suku Karo setelah kelak masuk ke daerah pedalaman (Pembauran).PEMUKIMAN DATARAN TINGGI KARO Leluhur kita yang yang bermukim disepanjang pesisir Sumatera berkembang memeluk kepercayaan yang beraneka ragam yaitu animisme, Budha, Hindu, dan lain lain, sebelum maupun sesudah berdiri Negara Nasional I (Kedatuan Sriwijaya) dan Negara Nasional II (Keprabuan Majapahit) antara abat VII- XVI.Karena pekerjaan nenek moyang kita selaku kaum bahari dan pedagang, maka sudah jelas merekapun bergaullah dengan orang asing yang memeluk pelbagai agama, termasuk Muslim, sehingga kian lama makin banyaklah agama yang dianut penduduk.Perbedaan agama pun tak dapat dihindahkan. Yang dalam turi- turi Karo diceritakan bahwa dalam satu keluarga mungkin terdapat dua atau atau beberapa kepercayaan yang berlainan, antara satu dengan yang lainnya. Begitu juga bangsa asing yang memeluk pelbagai macam agama datang ke Indonesia untuk berdagang sambil menyiarkan agamanya masing- masing. Selain membawa keagamaan juga mengenai kebudayaan yang mempengaruhi tata kehidupan pendududk.Demikianlah seorang pedagang Venesia benama Marcopola pada tahun 1292 telah menyaksikan perkembangan pesat penyiaran agama Islam didaerah Aceh yaitu Samudera Pasai dan Peureulak. Pada tahun 1345, menutut Ibnu Batulah, sudah mapan benar agama Islam sebagai anutan penduduk Di Samudra Pasai, yang keterangannya ini diperkuat pula oleh musyapir Cina bernama Ceng Ho, yang berkunjung ke daerah tersebut tahun 1405.Menurut versi karo, pada masa- masa itulah terjadi perubahan tata kemasyarakatan yaitu kaum yang tak hendak memeluk agama Islam membentuk kelompok – kelompok . Lalu berpindah ke daerah pedalaman meninggalakan sanak keluarga yang telah mayoritas beragama Islam. Kemudian agama Islam meluas berkembang sepanjang pesisir; terutama dalam pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636).Kemudian maka terjadilah apa yang dinamakan “Mburo Bicok Pertibin”, yaitu mengadakan pengungsian secara besar- besaran dengan bertekad untuk tidak akan kembali lagi ke negeri asal buat selama- lamanya. Diceritakan pada masa itu hutan raya di daerah pedalaman belum dihuni oleh manusia .Bahasa “kita” ialah cakap melawi — , yang kemudian berubah seperti yang sekarang ini. Perubahan bahasa terjadi akibat peroses pembauran melalui puak- puak yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya dalam kehidupan adalah logis. Sebagian mereka yang masuk kepedalaman dari arah pantai Timur maupun dari arah pantai Barat, pulau Sumatera.Mereka yang tertinggal adalah sudah memeluk agama Islam dan hijrah tidak hendak memeluk Islam. Perjalanan memasuki rimba hutan belantara itu, sangat sukar, perlu ada pemimpin atau Panglimanya. Mereka masuk dan beranggapan bahwa ditempat yang dituju itu religinya/kepercayannya itu akan aman dilanjutkan sebagai warisan nenek moyangnya.Diketahui dalam hikayat bahwa pemeluk Islam, selalu mangadakan pendekatan dengan saudara-saudaranya yang kini berada di wilayah pegunungan dan bergaul saling berkunjung, akhirnya, kaum yang tadinya mempertahankan kebiasaan memuja religi nenek moyangnya itu pelan-pelan ditinggal mereka dan mereka memeluk Islam. Atau diam- diam status quo, sementara menimbang- nimbang mana patut dilanjutkan dan mana patut diterima, atau ditolak.Selanjutnya perjalanan yang sedemikian jauhnya yang disebut ke-dataran tinggi dinyatakan sebagi “taneh tumpah darah” yang baru kemudian di berikan nama “TANAH KARO SI MALEM”PERTIBI PERTENDIN MERGA SI LIMA SI ENGGO KA REH IBAS DESA SI WALUH NARI“Tanah Karo Si Malem” artinya : peryataan bahwa tanah tumpah darah yang baru itu nyaman, hidup atau mijati, akan dipertahankan selamanya. Pertibi Pertendin Merga Silima artinya: Dibata yang telah menetapkan daerah ini untuk pemukiman kaum yang LIMA MARGA terdiri dari : Karo- Karo , Ginting, Sembiring, Tarigan , Perangin- angin.“Sienggo ka reh ibas desa siwaluhn nari” artinya: untuk jangka waktu yang lama tak henti- hentinya datang rombongan pengungsi dari segala penjurui mata angin (delapan penjuru) kedataran tinggi, sehingga menjadi buah bibir setiap ada rombongnan terlihat datang dari pesisir, terucaplah kata- kata, enggo ka reh… enggo kalakreh enggo kalakreh…( Kareh ) kemudian berubah sebutannya kalak reh, kareh … kare, Karo , menjadi … KARO, yang artinya kalak= orang . reh = datang, Karo = orang datang.Artinya menjadi; orang yang datang sengaja mengungsi untuk mempertahankan religinya/ kepercayaaannya. Mereka datang dan mengharukan, sebab perjalan mereka itupun jauh, lebih kita terharu, KALAK AROE = KARO Mereka itu melanglang, berani, harus keras hati, mandiri, budi luhur tetapi suka bermusyawarah dan mau menerima atau tidak kaku.Terlihat dalam perkembangannya Merga Karo- Karo, Perangin-angin , Sembiring sebelum berangkat meninggalkan leluhurnya di “Barat” tempo dulu sudah memiliki Indentitas berupa Merga dan Cabang Merga ,seperti Merga Ginting dan Merga Tarigan bersasal dari YUna (Wilayah Selatan ; bahkan ada hubungan atas serangan Mongolia dari utara Jengis Khan dsb).Jatidiri berupa “Merga” telah disandang turun temurun. Oleh karena itu sekalipun kelompok itu baru tiba akan mendapat kemudahan untuk mengelompokkannya sesuai Merga yang disebutkan orang yang baru datang. Di Suku Karo hanya ada LIMA MARGA, dan memiliki cabang untuk setiap marga. Sekalipun ada cabang-cabang tiap Marga, tapi tidak terlalu banyak, tidak mencapai ratusan jumlahnya keseluruhannya. Keseluruhan cabang Merga Silima hanya ada 75 cabang.Meneliti sejarah maka pemukiman orang Karo di dataran tinggi diperkirakan pengungsian awal sekitar tahun 1350-an dan terbanyak tatkala pemerintahan Sultan Iskandar Muda tahun 1660-an sehingga disimpulkan bahwa sudah ada orang Karo tahun 1300-an.Orang Karo yang datang dengan rombongan tepo dulu ke hutan rimba raya tidaklah besar, sekalipun persyaratannya berangkat “KUH SANGKEP SITELU ” yaitu Kalimbubu,Senina, Anak Beru . Contohnya dalam cerita bahwa rombongan KARO mergana , berangkat dari LINGGA RAJA menuju dataran tinggi, sampailah di puncak “Deleng Penolihen” yaitu pegunungan antara “Tiga Lingga – Tiga Binanga” terpaksa di tunda perjalannya. Sekalipun jumlah rombongan sebelas, tetapi tertinggal anak beru-nya Perangin- angin mergana. Terpaksa di jemput lagi kearah asal atau memberi gantinya sebagai “anak beru”.Terpenuhilah syarat tadi , tiba mereka disuatu lokasi dan mendirikan “KUTA LINGGA PAYUNG”. Sejak itu nama bukit barisan diantara Karo – Dairi disebutkan oleh orang Karo “Deleng Kuh Sangkep”. Setiapa orang Karo mesti dapat dimasukkan dalam salah satu diantara lima marga tersebut diatas, sebab barang siapa yang yang tidak hendak memakai indentitas demikian, tidak akan diakui sebagai “Kalak Karo” yang dinamakan “nasap tapak nini”, misalnya, banyak dahulu terjadi orang yang “tercela ahlaknya ” di desanya lalu merantau ke-negeri lain tanpa mejunjujung tinggi merganya atau menggantinya, orang yang memeluk agama Islam dengan menghilangkan indentitasnya itu seraya mengaku orang Melayu kampung atau “kalak Maya- Maya” terutama di Karo Jahe ” dan lain- lain .Tetapi sebaliknya setelah terbentuk SUKU KARO, dahulu ada orang dari suku lain sekalipun yang oleh sebab misalnya, mengadakan perkawinan dengan orang Karo bisa diterima Bermerga atau memiliki Beru pada salah satu merga diantara yang lima tersebut. “Merga” ialah indentitas pria yang diturunkan terhadap putrinya akan dinamakan “beru”. Beru adalah indentitas wanita yang diturunkan terhapa putra – putrinya umpamanya , beru Karo, diturunkan kepada putra putrinya dengan sebutan bere- bere Karo.Semua indentistas tersebut merupakan lambang suci yang dalam bahasa Karo dinamakan “Tanda Kemuliaan” yang gunanya untuk menghitung berapa tingkat keturunan telah berlangsung merga bersangkutan hingga dirinya sendiri sejak dari nenek moyang yang dahulu berangkat dari negeri asalnya ” yaitu (Barat) bagi keturunan Karo- Karo , Perangin- angin dan Sembiring, sedangkan “Yuna” untuk Ginting serta Tarigan.Hitungan jumlah tingkat keturunan itu dinamakan “Beligan Kesunduten Nini Adi” yang dahulu turun temurun diceritakan sehingga tahulah sesorang akan asal usul dan nenek moyangnya. Putra-Putri yang seketurunan pantang mengadakan kawin mawin sesmanya, sebab indetitasnyaq akan sama buat selama- lamanya, kendatipun dengan memakai “Sub Merga”,yaitu “nama khusus ” yang diciptakan berdasarkan keluarga tertentu dalam suatu desa dan atau sesuatu peristiwa dahulu yang merupakan aliran darah khas pula ,namun harus tunduk kepada pokok merga ,Merga Silima.Jadi orang Karo terbentuk dari bermacam- macam suku atau puak bangsa yang oleh pengaruh lingkungan daerahnya membentuk watak, adat istiadat dan masyrakatnya yang tertentu yang mempunyai perasamaan serta perbedaaan dengan suku- suku bangsa Indonesia lainnya, namun bersifat “mandiri” dalam arti sejak dahulu bebas merdeka mengatur pemerintahannnya.Akan tetapi karena Tanah karo merupakan daerah pedalaman yang tidak akan dapat berswasembada dalam segala hal akan kebutuhan hidupnya, maka terpaksa jugalah mereka mengadakan hubungan dengan “suku” atau “bangsa lain” terutama mengenai bahan makanan seperti garam yang disebut “Sira”Mereka langsung menyebarkan penduduknya keluar batas dataran tinggi karo yang berguna sebagai daerah pengubung dan penyangga serangan dari luar yang menurut logat mereka dinamakan “Negeri Perlanja Sira Ras Pulu Dagang ” yang kini daerah- daerah tersebut ialah Aceh Tenggara , Dairi, Tapanuli Utara, Simalungun, Asahan, Deli Serdang, dan Langkat.Pulu dagang ialah pedagang yang membeli garam dan lain lain di pesisir seperti di Langkat, Deli Serdang, Asahan , dan Singkel yang di angkut ke ‘Taneh Pengolihen – Tanah Karo ” oleh satu rombongan manusia yang diberi nama julukan Perlanja Sira, meski ada juga mempergunakan “Kuda Beban” sebagai alat pengangkutannya. Setiap rombongan perlanja Sira dikawal oleh pasukan bersenjata, sebab waktu itu di Deleng Kuh Sangkep (nama bukit barisan yang terletak di bagaian selatan Tanah Karo) maupun di Deleng Merga Silima (nama Bukit Barisan dibagian datyaran tinggi Karo) banyak penyamun serta binatang buas.Untuk nmengenal kawan dipailah kata “sandi atau kode” di pegunungan sebelah utara tanah Karo setiap berpapasan dengan rombongan manusia lain diucapkan “Merga” yang kalu kawan menjawab..”Si Lima” yang dilanjutkan dengan. Taneh Pengolihen yang dijawab teman “Karo Simalem” bila mana tidak sesuai jawabnya dianggap “musuh”, demikian sekelumit ceritanya maka nama pegunungan yang puncak- puncaknya antara lain gunung Sinabung- Sibayak dinamakan orang Karo deleng Merga silima.
Sumber: Akun Facebook Ngajarsa Sinuraya Bre Bangun
Kisah Nyata dan Kesaksian Kristen
Mujizat masih ada
Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas kasih karunia, mujizat besar, dan
rencana indah-Nya dalam hidup saya.
rencana indah-Nya dalam hidup saya.
Nama saya Dody, umur 33 tahun, tinggal di Bandung, inilah pengalaman
hidup yang tidak akan pernah saya lupakan. Awal tahun 2010 saya
mengidap EWING SARCOMA (tumor ganas), harus kemoterapi dengan asumsi
tumor akan mengecil kemudian dioperasi. Ternyata setelah kemoterapi
tumor tidak mengecil dan harus dioperasi dengan resiko amputasi kaki
kiri karena tumor sudah membungkus pembuluh darah utama yang
mengalirkan darah ke kaki. Saya mulai depresi dan hanya bisa berdoa
minta kesembuhan dari Tuhan dengan jalan yang dikehendaki-Nya.
hidup yang tidak akan pernah saya lupakan. Awal tahun 2010 saya
mengidap EWING SARCOMA (tumor ganas), harus kemoterapi dengan asumsi
tumor akan mengecil kemudian dioperasi. Ternyata setelah kemoterapi
tumor tidak mengecil dan harus dioperasi dengan resiko amputasi kaki
kiri karena tumor sudah membungkus pembuluh darah utama yang
mengalirkan darah ke kaki. Saya mulai depresi dan hanya bisa berdoa
minta kesembuhan dari Tuhan dengan jalan yang dikehendaki-Nya.
Puji Tuhan, Tuhan Yesus sungguh baik, Dia memberi jawaban untuk
mengobati penyakit saya lewat informasi mengenai terapi untuk penyakit
saya lewat hamba Tuhan yang sama sekali tidak saya kenal sebelumnya.
mengobati penyakit saya lewat informasi mengenai terapi untuk penyakit
saya lewat hamba Tuhan yang sama sekali tidak saya kenal sebelumnya.
Saya menjalani terapi TACI (Trans Arterial Chemo Infusion) dan
CRYOSUGERY THERAPY di Jakarta, berjuang melawan rasa sakit dan
bolak-balik opname di rumah sakit, Desember 2011 saya menjalani
operasi.
CRYOSUGERY THERAPY di Jakarta, berjuang melawan rasa sakit dan
bolak-balik opname di rumah sakit, Desember 2011 saya menjalani
operasi.
Mujizat Tuhan sungguh luar biasa, tumor besar kira-kira 28 cm berhasil
diangkat dan Puji Tuhan kaki kiri saya masih utuh. Saya diijinkan
pulang 25 Desember 2011, hari itu saya mendapatkan kado Natal terindah
dalam hidup, tumor besar sudah hilang dan bisa pulang ke rumah. Puji
Tuhan, sekarang saya sudah mulai bisa berjalan dan beraktivitas dengan
baik.
diangkat dan Puji Tuhan kaki kiri saya masih utuh. Saya diijinkan
pulang 25 Desember 2011, hari itu saya mendapatkan kado Natal terindah
dalam hidup, tumor besar sudah hilang dan bisa pulang ke rumah. Puji
Tuhan, sekarang saya sudah mulai bisa berjalan dan beraktivitas dengan
baik.
Buat saya sekarang tidak ada yang tak mungkin dalam nama-Nya, saya
percaya dalam nama Tuhan Yesus saya telah disembuhkan. Haleluya. Amin.
percaya dalam nama Tuhan Yesus saya telah disembuhkan. Haleluya. Amin.
Sumber Kisah Nyata dan Kesaksian Umat Kristiani
Persahabatan
Aku Menyusulmu Sahabat
Dear my best friend, Nayla
Nay, mungkin kamu sudah melupakan aku yang sudah menjadi sahabatmu. Tapi aku tidak akan pernah melupakan kamu, sahabat. Aku tau, dengan kehadiranku disini, hanya akan membuatmu marah. Hingga suatu hari aku mendapat kabar bahwa kamu terkena penyakit kanker hati dan membutuhkan hati yang baru. Aku bersedia mendonorkan hatiku untuk kamu. Aku hanya ingin kamu bahagia. Aku teringat ketika kita bermain, saling curhat, menangis bersama di Panti Asuhan ‘Kasih sayang’, hingga pada akhirnya kamu pergi meninggalkanku. Terima kasih sahabat, kamu sudah mau hadir di hidupku walau hanya sebentar, tapi aku sangat bahagia. Sampai ketemu sahabat…
Tertanda,
Layla
Nay, mungkin kamu sudah melupakan aku yang sudah menjadi sahabatmu. Tapi aku tidak akan pernah melupakan kamu, sahabat. Aku tau, dengan kehadiranku disini, hanya akan membuatmu marah. Hingga suatu hari aku mendapat kabar bahwa kamu terkena penyakit kanker hati dan membutuhkan hati yang baru. Aku bersedia mendonorkan hatiku untuk kamu. Aku hanya ingin kamu bahagia. Aku teringat ketika kita bermain, saling curhat, menangis bersama di Panti Asuhan ‘Kasih sayang’, hingga pada akhirnya kamu pergi meninggalkanku. Terima kasih sahabat, kamu sudah mau hadir di hidupku walau hanya sebentar, tapi aku sangat bahagia. Sampai ketemu sahabat…
Tertanda,
Layla
Tanpa terasa air mataku meleleh ke pipi merahku, Orang yang selama ini ku hina, ku usir adalah sahabatku sendiri. Aku sombong, aku jahat, aku egois dan aku menyesal. Andai kau masih hidup, aku berjanji akan kubuat kau bahagia dan aku bakalan menolak tawaran itu. Tawaran apa?
Semua berawal ketika aku ditawarin seseorang untuk diadopsi oleh sebuah keluarga. Aku tinggal di Panti Asuhan ‘Kasih Sayang’. Sebenarnya Layla duluan yang mau diadopsi oleh keluarga itu, tetapi Layla Menolak, karena ia lebih memilih tinggal di panti asuhan bersamaku. Hingga suatu hari keluarga itu mengadopsi ku, tentu saja aku mau, karena dari dulu aku ingin mempunyai keluarga seperti mama dan papa. Tidak dengan Layla, ia menatapku seolah tatapan kecewa, ia menangis dan tidak menjumpaiku di saat aku pergi dari panti asuhan.
“Tante, bolehkah aku memanggil tante dengan mama?” Tanyaku.
“Tentu sayang… nah kita sudah sampai.” Jawab mama.
“Wahhhh, mama apakah ini rumah Nayla?”
“Iya Nayla, kamarmu berada di lantai dua, komplit dengan kamar mandi, TV, dan fasilitas lainnya.”
“Makasih ma…” Seraya memeluk mama.
“Tentu sayang… nah kita sudah sampai.” Jawab mama.
“Wahhhh, mama apakah ini rumah Nayla?”
“Iya Nayla, kamarmu berada di lantai dua, komplit dengan kamar mandi, TV, dan fasilitas lainnya.”
“Makasih ma…” Seraya memeluk mama.
Hari-hari berlalu dan kini aku sudah bersekolah di ‘Girls Modeling School’. Tanpa aku sadari, sikapku yang awalnya baik, rendah hati berubah menjadi sombong dan suka pamer. Dan aku sudah tidak ingat dengan Layla.
“Permisi nona, ada surat untuk nona.” Kata bi Sum.
“Dari siapa bi.” Kataku jutek.
“Dari nona Layla.”
“Siapa itu?”
“Katanya sih, sahabat nona dulu.”
“Aku nggak punya sahabat, mana suratnya?”
“Ini nona, saya permisi dulu”
“Permisi nona, ada surat untuk nona.” Kata bi Sum.
“Dari siapa bi.” Kataku jutek.
“Dari nona Layla.”
“Siapa itu?”
“Katanya sih, sahabat nona dulu.”
“Aku nggak punya sahabat, mana suratnya?”
“Ini nona, saya permisi dulu”
Dear sahabatku Nayla.
Sudah lama ya kita tidak berjumpa. Bagaimana kabar mu? Aku disini merindukanmu bersama anak panti lainnya. Bagaimana kalau liburan nanti kamu berkunjung ke sini? Aku menunggumu
Sudah lama ya kita tidak berjumpa. Bagaimana kabar mu? Aku disini merindukanmu bersama anak panti lainnya. Bagaimana kalau liburan nanti kamu berkunjung ke sini? Aku menunggumu
Salam hangat,
Layla.
Layla.
“Layla? Siapa sih? Fans kali ya? Bodo amat, orang miskin nggak usah dipedulikan” Sambil merobek robek kertas.
Tanpa terasa setahun sudah lewat, kini Layla memutuskan untuk pergi ke rumah Nayla. Ia berharap sahabatnya senang bertemu dengannya, tetapi itu berlaku sebaliknya. Ketika Layla sudah sampai di rumah Nayla, ia mengetuk pintu rumahnya. Dan yang membukakan pintu adalah Nayla.
“Nayla…” Teriak Layla memelukku.
“Ihhh, lepasin. Kamu tuh siapa sih? Datang datang langsung meluk gak jelas. Apa urusanmu kesini?” Bentakku.
“Nayla, kok gitu sih? Aku ini sahabatmu Layla. “Katanya kaget.
“Sahabat? Eh, dengar ya, aku tidak tau kamu, dan tidak akan pernah mau tau. Dan ingat aku bukan sahabatmu.” Sambil membanting pintu.
“Nayla, kamu sudah berubah. Tidak seperti dulu. Bahkan kamu tidak mengingatku. Hiks” Tangis Layla meninggalkan rumahku.
“Dasar gembel” Kataku.
“Nayla…” Teriak Layla memelukku.
“Ihhh, lepasin. Kamu tuh siapa sih? Datang datang langsung meluk gak jelas. Apa urusanmu kesini?” Bentakku.
“Nayla, kok gitu sih? Aku ini sahabatmu Layla. “Katanya kaget.
“Sahabat? Eh, dengar ya, aku tidak tau kamu, dan tidak akan pernah mau tau. Dan ingat aku bukan sahabatmu.” Sambil membanting pintu.
“Nayla, kamu sudah berubah. Tidak seperti dulu. Bahkan kamu tidak mengingatku. Hiks” Tangis Layla meninggalkan rumahku.
“Dasar gembel” Kataku.
Hari-hari berlalu, dan aku sering sekali sakit-sakitan. Mamaku membawaku ke rumah sakit terdekat. Dokter bilang aku terkena penyakit kanker hati dan harus mendapatkan donor hati. Mama dan papa tidak sanggup mendonorkan hatinya karena sudah tua. Lalu papa membuatkan iklan untuk mendapatkan donor hati dan hadiahnya 10 juta.
Setelah tiga hari berturut-turut, akhirnya ada yang mau mendonorkan hati, tetapi anehnya orang itu tidak mau diberi 10 juta. Orang itu ikhlas mendonorkan hatinya buat Nayla.
Aku pun berhasil di operasi, kini aku bisa hidup kembali dan menjalani hidupku dengan tenang.
“Mama, papa siapa sih yang mendonorkan hati buat aku?” Tanyaku.
“Nggak tau namanya sayang, karena orang itu tidak mau menyebutkan namanya”
“Oh” Jawabku singkat.
“Mama, papa siapa sih yang mendonorkan hati buat aku?” Tanyaku.
“Nggak tau namanya sayang, karena orang itu tidak mau menyebutkan namanya”
“Oh” Jawabku singkat.
Hingga akhirnya aku mendapatkan surat dari Layla (isi suratnya ada di baris pertama di atas.)
Aku membacanya satu per satu kata dengan hati yang sedih. Ternyata Layla lah yang mendonorkan hatinya buat aku. Jadi selama ini Layla memang sahabatku. Ingin rasanya aku teriak sekeras mungkin, dan itu pun aku lakukan di kamarku. Aku menangis sejadi jadinya, aku menyesal, aku egois terhadap sahabat yang selama ini telah ku lupakan. Dia rela berkorban demi aku bahagia. Layla andai kau masih hidup, aku berjanji akan membuatmu bahagia. Aku akan menyusulmu Layla.
Aku membacanya satu per satu kata dengan hati yang sedih. Ternyata Layla lah yang mendonorkan hatinya buat aku. Jadi selama ini Layla memang sahabatku. Ingin rasanya aku teriak sekeras mungkin, dan itu pun aku lakukan di kamarku. Aku menangis sejadi jadinya, aku menyesal, aku egois terhadap sahabat yang selama ini telah ku lupakan. Dia rela berkorban demi aku bahagia. Layla andai kau masih hidup, aku berjanji akan membuatmu bahagia. Aku akan menyusulmu Layla.
Aku pun telah melayang bersama Layla, aku melihat Nisan ku berjejeran denga Layla, aku juga melihat banyak orang menangis sedih, tetapi aku telah bahagia bersama Layla.
Cerpen Karangan: Aisy Nadira Permata
Facebook: Aisy Nadira Permata
Facebook: Aisy Nadira Permata
Namaku Aisy Nadira Permata, Boleh dipanggil Aisy. Aku bersekolah di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Aku lahir di Manchester, 06 Mei 2000.
Hobiku Menulis, membaca, menggambar dan mendengarkan musik. Aku tertarik dengan hal-hal yang berbau Astronomi, karena cita-citaku menjadi Astronot.
Semoga teman-teman suka dengan ceritaku…
Hobiku Menulis, membaca, menggambar dan mendengarkan musik. Aku tertarik dengan hal-hal yang berbau Astronomi, karena cita-citaku menjadi Astronot.
Semoga teman-teman suka dengan ceritaku…
Merindukan kasih sayang Ayah
seorang anak yang merindukan kasih sayang ayah nya
Tepat besok memperingati "Lebaran Yatim" dan malam ini pun gue teringat sama alm.bokap gue, 15 Januari 2001 bokap gue wafat, alm bokap gue meninggal karena dia sakit.. beliau meninggal karena sakit jantung dan paru-paru, yah mungkin sudah jalan takdir bokap gue seperti itu.
11 tahun sudah bokap gue meninggal, berarti sama aja 11 tahun juga gue hidup tanpa bokap, 11 tahun juga gue nggak ngerasain kasih sayang dari seorang bapak.
jujur terkadang gue merasa iri sama temen-temen gue yang berangkat atau pulang sekolah nya di jemput sama bokap nya.
sedangkan gue ? gue cuma bisa di antar jemput sama jemputan -_-', sedih sih tapi gue harus tetap bersyukur. yah terkadang rasa iri dan sedih itu datang, rasa kangen ke bokap, rasa kangen pengen dapet kasih sayang dari bokap, rasa kangen pengen di sayang sama orang tua yang lengkaplah pokoknya.
sejak gue umur 4 tahun, bokap gue udah ninggalin gue, padahal yang gue tau bokap gue pengen banget ngeliat gue pakai baju seragam sekolah "TK" tapi sayangnya, bokap gue gk bisa lihat gue pakai seragam sekolah.
sebelum meninggal bokap gue pernah bilang ke nyokap..
"papah pengen banget lihat ade pakai seragam sekolah, papah pengen banget antar ade berangkat ke sekolah" dan respon nyokap gue cuma tersenyum..
karna nyokap gue yakin kalau umur bokap gue gk akan lama lagi, tau gk alasan nya kenapa ?"
*jreeeeeng* bokap gue ngumpetin hasil rongsenan nya, terus mamah gue nemuin hasil rongsenan nya, dan pas mamah gue tau bahwa "paru-paru bokap gue cuma tinggal sebelah, nyokap gue cuma bisa pasrah, dan yakin gk akan lama lagi"..
okeee lanjut cerita >>
sedih sih gk bisa kasih lihat ke bokap di saat gue udah pakai seragam sekolah TK itu, yah tapi ini semua mungkin sudah jalan takdir yang di tentukan, mungkin semasa TK gue gk terlalu kehilangan ayah gue, gk merasa kehilangan bahkan kekurangan kasih sayang dari seorang ayah.. *mungkin karna masih kecil kali yah, jadi samar-samar gitu*
waktu seiring berjalan, dan gk mungkin gue kecil terus kan -_-'
sedikit demi sedikit, mulailah ada rasa kehilangan, iri kurangnya kasih sayang dari bokap, meskipun ornag tua gue berusaha tegar menjadi "single parents" tetep aja gue sedih, bener-bener pengen ngerasain yang namanya "di jemput bokap , di antar bokap sekolah, di marahin bokap, yah pokoknya gue bener-bener iri deh sama temen-temen yang masih bisa ngerasain kasih sayangorang tua yang benar-benar utuh"
tapi di sisilain gue gk boleh jadi anak yang cengeng ! dan gue gak boleh jadi anak yang manja, gue harus bisa tegar, dan gue sangat bersyukur karna mamah gue memilih hidup nya untuk tetap menjadi "single parents"
nah ini yang bikin gue sangat bersyukur, gk kebayang apa jadi nya kalau nyokap gue nikah lagi..
yah mungkin sih gue bakal ngerasain kasih sayang seorang ayah, tapi tetep aja rasa kasih sayang orang tua kandung dengan yang bukan kandung itu jelas sangat berbeda.
jujur gue nulis blogg ini sambil meneteskan air mata, ya gue tau seharusnya gue gk boloeh cengen kaya gini bahkan mungkin ini lebay dan kalian mengira ini bukan gue seperti yang kalian kenal.
tapi ini perasaan hati gue yang benar-benar gue rasain sekarang, kangen kasih sayang seorang ayah.
missing you dadd ♥ :')
11 tahun sudah bokap gue meninggal, berarti sama aja 11 tahun juga gue hidup tanpa bokap, 11 tahun juga gue nggak ngerasain kasih sayang dari seorang bapak.
jujur terkadang gue merasa iri sama temen-temen gue yang berangkat atau pulang sekolah nya di jemput sama bokap nya.
sedangkan gue ? gue cuma bisa di antar jemput sama jemputan -_-', sedih sih tapi gue harus tetap bersyukur. yah terkadang rasa iri dan sedih itu datang, rasa kangen ke bokap, rasa kangen pengen dapet kasih sayang dari bokap, rasa kangen pengen di sayang sama orang tua yang lengkaplah pokoknya.
sejak gue umur 4 tahun, bokap gue udah ninggalin gue, padahal yang gue tau bokap gue pengen banget ngeliat gue pakai baju seragam sekolah "TK" tapi sayangnya, bokap gue gk bisa lihat gue pakai seragam sekolah.
sebelum meninggal bokap gue pernah bilang ke nyokap..
"papah pengen banget lihat ade pakai seragam sekolah, papah pengen banget antar ade berangkat ke sekolah" dan respon nyokap gue cuma tersenyum..
karna nyokap gue yakin kalau umur bokap gue gk akan lama lagi, tau gk alasan nya kenapa ?"
*jreeeeeng* bokap gue ngumpetin hasil rongsenan nya, terus mamah gue nemuin hasil rongsenan nya, dan pas mamah gue tau bahwa "paru-paru bokap gue cuma tinggal sebelah, nyokap gue cuma bisa pasrah, dan yakin gk akan lama lagi"..
okeee lanjut cerita >>
sedih sih gk bisa kasih lihat ke bokap di saat gue udah pakai seragam sekolah TK itu, yah tapi ini semua mungkin sudah jalan takdir yang di tentukan, mungkin semasa TK gue gk terlalu kehilangan ayah gue, gk merasa kehilangan bahkan kekurangan kasih sayang dari seorang ayah.. *mungkin karna masih kecil kali yah, jadi samar-samar gitu*
waktu seiring berjalan, dan gk mungkin gue kecil terus kan -_-'
sedikit demi sedikit, mulailah ada rasa kehilangan, iri kurangnya kasih sayang dari bokap, meskipun ornag tua gue berusaha tegar menjadi "single parents" tetep aja gue sedih, bener-bener pengen ngerasain yang namanya "di jemput bokap , di antar bokap sekolah, di marahin bokap, yah pokoknya gue bener-bener iri deh sama temen-temen yang masih bisa ngerasain kasih sayangorang tua yang benar-benar utuh"
tapi di sisilain gue gk boleh jadi anak yang cengeng ! dan gue gak boleh jadi anak yang manja, gue harus bisa tegar, dan gue sangat bersyukur karna mamah gue memilih hidup nya untuk tetap menjadi "single parents"
nah ini yang bikin gue sangat bersyukur, gk kebayang apa jadi nya kalau nyokap gue nikah lagi..
yah mungkin sih gue bakal ngerasain kasih sayang seorang ayah, tapi tetep aja rasa kasih sayang orang tua kandung dengan yang bukan kandung itu jelas sangat berbeda.
jujur gue nulis blogg ini sambil meneteskan air mata, ya gue tau seharusnya gue gk boloeh cengen kaya gini bahkan mungkin ini lebay dan kalian mengira ini bukan gue seperti yang kalian kenal.
tapi ini perasaan hati gue yang benar-benar gue rasain sekarang, kangen kasih sayang seorang ayah.
missing you dadd ♥ :')
Langganan:
Postingan (Atom)